Rechercher dans ce blog

Thursday, February 6, 2020

Kisah MTs di Tengah TPST Bantargebang, Mencerdaskan Anak-Anak Pemulung - Okezone

BEKASI – Berawal dari taman pendidikan Alquran (TPA), kini Khodir Rohendi berhasil mendirikan madrasah tsanawiah (MTs) melalui Yayasan Al Muhadjirin. Yayasan tersebut berdiri di tengah-tengah himpitan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.

Sejak 2001, Rohendi berjuang bersama teman sejawatnya yang saat ini lebih memilih melanglang buana ke sejumlah daerah. Kini pria asal Banten itu harus berjuang bersama 18 guru lainnya untuk mendidik anak-anak di TPST Bantargebang.

Setelah berhasil mendirikan TPA, kemudian pada 2004 dia mendirikan program Melek Aksara. Itu diperuntukkan bagi mereka yang tidak bisa membaca.

"Alhamdulillah berjalan tiga tahun. Selanjutnya membuka PAUD, dan 2005 membuat TK, 2013 baru membuka MTs," kata Rohendi ketika berbincang dengan Okezone menceritakan asal muasal berdirinya MTs Al Muhadjirin, Kamis 6 Februari 2020.

Berkat perjuangan selama ini, membuat semua warga Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, itu mau menitipkan anaknya agar bersekolah. Meskipun, sebelumnya orangtua anak-anak tersebut melarangnya karena tidak memiliki uang lebih.

"Jadi kita dulu gencar sosialisasi, menekankan bahwa meski pekerjaan mereka sebagai pemulung, tetapi pendidikan harus dikedepankan. Akhirnya alhamdulillah, lambat laun mereka sudah mau," kata dia.

Saat ini sudah ada sekira 70 siswa yang mengikuti proses belajar di Yayasan Al Muhadjirin. Mereka yang belajar di yayasan tersebut merupakan anak-anak yang kerap membantu orangtuanya memulung sampah.

Biasanya, kata dia, selepas rutinitas sekolah, anak didiknya kemudian membantu orangtuanya, baik itu sebagai pembuka terpal truk sampah maupun merobek-robek limbah plastik.

"Kalau yang pembuka terpal mereka dibayar Rp5 ribu sampai Rp10 ribu. Nah kalau yang perobek keresek, biasanya per kilo mereka dibayar, per kilo plastiknya Rp200. Nah dikalikan kalau dia ambil satu kuintal," kata dia.

Dalam sehari, biasanya mereka hanya dibayar Rp20 ribu sampai Rp40 ribu. Tentu, kata Rohendi, hal tersebut tidak bisa dibayangkan. Untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam kebutuhan makan saja, masih kurang.

"Di sini masih kecil. Sisi ekonominya mengerikan juga, bagaimana mereka sejahtera. Anak-anak yang miskin ini seharunya pemerintah yang memlihara, karena ini kawajiban sebuah negara. Tertuang dalam UUD kita," ujar dia.

Let's block ads! (Why?)



"tengah" - Google Berita
February 07, 2020 at 03:01AM
https://ift.tt/3bhLYDW

Kisah MTs di Tengah TPST Bantargebang, Mencerdaskan Anak-Anak Pemulung - Okezone
"tengah" - Google Berita
https://ift.tt/2STVLJo
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

No comments:

Post a Comment

Search

Featured Post

Tornado Watch for parts of Middle Georgia - wgxa.tv

[unable to retrieve full-text content] Tornado Watch for parts of Middle Georgia    wgxa.tv "middle" - Google News December 30...

Postingan Populer